Kenapa Masih Bertahan?

         Kenapa masih mau berjibaku mengurusi jalan yang satu ini. Jalan yang berlikuuuuuuu benget, ga tau kapan bisa mencapai tujuan. Harapannya besar, kayak lagi jalan di padang pasir tandus, kering, gersang, terus berharap ketemu sungai yang airnya menyegarkan. Ugh, rasanyaaaaa. Pasti kalau ketemu sama tujuan itu senangnya bukan kepalang. Yaiyalah! Gimana engga? Berkilo-kilo meter tetap bertahan di jalan yang panas, gersang, kering, dan cuma ada diri sendiri, dan mungkin beberapa orang yang menyemangati dari kejauhan. Capek! IYA! Ga ada yang bilang itu semua ga melelahkan. Demi air yang segar tadi, kita rela buat terus berjalan. Entah kemanalah mereka-mereka yang bilang "Gue bakal ada buat lo"

         Pertanyaan di atas yang selalu membuat diri  ini kembali merenungi. BUAT APA? Entah kenapa masih ada di jalan ini sampai sekarang. Bahkan detik ini, saat jemari bersentuhan dengan keyboard laptop, masih aja pertanyaan ini muncul di benak. Tak puas bertanya pada logika yang tak mampu jua gambarkan alasannya. Mungkin pada hati. Meskipun hati ini tak jua mau memautkan diri sepenuhnya di jalan ini. Masih ada tangis, kesal, sesal, amarah, dan ketidaklurusan niat ketika berjalan di atasnya.

         Kenapa memilih jalan ini pun  tak tahu. Kenapa tidak pergi saja bersama teman-teman lainnya yang telah mengeksiskan dirinya di tempat yang mungkin lebih menawan. Padahal mudah saja jika mau. Toh, teman yang berkata akan membersamaimu di jalan ini juga sudah pergi entah kemana. Saat kamu hadapi masalah ini dengan minim partisipasi, satu per satu mereka pergi. Entah itu alasan orang tua, amanah lain, serta alasan lain yang bahkan kau sudah malas untuk mendengarnya.

         Kecewa? Jelas. Marah? Tentu. Tapi ya, mau gimana lagi? Salah satunya jalan adalah tetap bertahan untuk menjaga keberlangsungannya. Hati mu akan berkata "Kamu dzolim kalau kamu ikut pergi" meninggalkan kakak-kakak mu sendiri berjuang mempertahankan jalan ini. Dengan alasan yang sama.

Kenapa masih bertahan?

         Entahlah. Seperti pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Setiap kali merasa rapuh atas kesepian ini, selau saja ada orang yang tetap menyemangati. "Yasarallah", "Semangat ya", "Mungkin Allah sedang mentarbiyahimu", kata kata itu yang kemudian menguatkan, kamu masih diperlukan di jalan ini. Pun akan berliter-liter air mata yang dikeluarkan, kamu tetap bertahan. Pun bercucuran darah, harus tetap bertahan.

         Ga ada alasan menyerah, jika Rasulullah saja dulu ga nyerah buat mensyiarkan Islam, bahkan ketika beliau ditinggal paman dan istri tercintanya. Penyemangat beliau.

....
to be continue

-sedingin kamu-
Malang, 21 Nobember 2017

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Menghafal Quran?

Semangat UAS

Sama Allah Kok Itung-Itungan?