Jika Beriman Punya Pilihan

Bismillahirrohmaanirrohiim..

Tulisan ini akan bermula dengan sebuah kalimat yang menyatukan kita untuk bermuara pada satu sujud penghambaan. Sebuah kalimat yang lebih dikenal dengan persaksian, namun sejatinya kalimat ini jika dimaknai lebih, bukan sekadar pada persaksian semata, tapi merupakan sebuah kalimat perjanjian. Kalimat itu adalah Syahadat

ا شهد أن لا إله إلا الله و اشهد أن محمد ر سو ل الله
Jika mengartikan secara harfiah, syahadat memang diartikan sebagai persaksian. Namun, sejatinya syahadah ini menurut istilah diartikan sebagai ikrar atau perjanjian, bahwasanya Allah adalah satu satunya Ilaih yang wajib disembah dan Rasulullah sebagai utusan-Nya. 

Ketika kalimah syahadat tersebut diucapkan, terikrarlah sudah pada diri untuk menerima dan rela menjadikan Allah sebagai satu-satunya Dzat yang diibadahi dan disembahi. Menjalankan sepenuh hati atas segala perintahnya, serta menjauhi segala apa yang dilarang. Apa yang dicintai oleh Allah, Rabbil Izzati menjadi sesuatu yang kita cintai pula. Sedang apa yang dibenci-Nya, menjadi apa yang kita benci pula. Tidak ada kepatuhan dan ketundukan melainkan untuk Allah semata. 

Ketika kita telah berikrar bahwa Muhammad adalah utusan Allah, artinya kita telah menerima bahwa beliau menjadi teladan dalam segala hal. Menjadi prototype kita dalam beribadah maupun bermuamalah.

Jika kita telah bersyahadah, harusnya kita menyakini bahwa Al-Quran dan Sunnah menjadi buku petunjuk kita dalam menjalankan kehidupan ini. 

Syahadah tanda iman. Setelahnya kita berserah kepada Allah atas hidup dan matinya kita. Setelahnya kita berserah atas apa yang kita perbuat di muka bumi ini hanya bertuju pada satu, Allah. Lantas, apakah iman dapat dipilih semudah memilih takaran pedas saat memesan seblak?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Menghafal Quran?

Semangat UAS

Sama Allah Kok Itung-Itungan?