Bukannya Tak Bersyukur, Tapi Aku Terlanjur Insecure


Barangkali, kalimat itu yang menjadi pembelaanku saat aku bertemu dengan sesuatu  bernama insecure. Tidak asing rasanya kata syukur, kerap disandingan dengan perasaan insecure. Aku mengacuhkan pernyataan kurangnya syukur sehingga manusia dengan mudahnya merasa insecure. Bagiku, aku bukan tak bersyukur, melihat bagaimana ketidakadilan dunia dalam bepihaklah yang menjadi alasan perasaan ini muncul.

Siapa sih yang ga pernah insecure? Pasti orang goodlooking di luar sana punya banyak previllege untuk tidak merasa insecure.

Begitulah perasaan yang berkemelut dalam hatiku saat itu.

Insecure, singkatnya, perasaan tidak percaya diri, merasa tidak aman karena rendahnya penilaian diri. Menilai diri atas standar yang mungkin kita buat sendiri, perasaan yang dispekulasi sendiri.

Kita memang banyak disajikan dengan informasi yang aksesnya terbuka lebar. Kita dengan mudah menyaksikan kehidupan orang lain yang tersaji lewat sosial media serta media informasi lainnya. Sehingga, dengan mudah pula kita membandingkan kehidupan kita dengan kehidupan yang "disajikan" oleh orang lain. Padahal, kehidupan yang kita saksikan tidak seutuhnya menggambarkan kehidupan yang dijalani oleh orang tersebut. Sebagaimana kita, pasti hanya yang ingin kita pamerkan ke media saja yang akan kita unggah dan rela untuk disaksikan oleh orang lain. Sejatinya, begitu pula teman atau tokoh yang kita anggap lebih bahagia, tidak ada yang sempurna, setiap orang punya perjuangannya masing-masing.

Dari insecure, Allah kemudian mempertemukan aku dengan banyak sekali hikmah. Mendengar nasihat guru hingga membaca buku adalah caraku berdamai dan menerima insecure-ku. Dan inilah, insight yang kuterima dan kutulis sebagai pengingat diri.

Dari insecure, aku belajar,  bahwa, secacat rupa dan fisik manusia ialah sesempurnanya ciptaan Allah. Lantas, jika ada yang mencela, siapa yang ia cela? Ciptaan-Nya atau yang Menciptakan?
Kita ga perlu minder karena rupa yang tak sempurna, karena standar kecantikan kita tidak dinilai dari penilaian orang lain atas dirimu. Eksistensi kita di muka bumi ini, tidak dilihat dari bagaimana orang memvalidasi dan bersikap pada kita. Kita hanya perlu menjadi versi terbaik dari diri kita.

Merawat tubuh, berolahraga, menjaga pola makan bukan untuk mengharapkan penilaian orang lain atas diri kita, melainkan wujud syukur dan ikhtiar merawat anugerah yang Allah titipkan agar dapat kuat dan menebar manfaat sebanyak-banyaknya. Jika usaha untuk glow up hanya berharap pada penilaian manusia, pasti akan kecewa, karena kita tidak akan pernah bisa menyenangkan dan mengimbangi standar kecantikan manusia.

Kita bukannya tak cerdas, karena tolak ukur kecerdasan seseorang tidak hanya dilihat dari kelihaiannya menghitung momentum gaya, menghafal nama penyakit, dan lainnya. Bahkan banyak jenis kecerdasan yang pastinya ada pada diri kita. Hanya saja, kadang kita belum menemukan dan mengasah potensi itu.

Dunia ini tidak hanya berputar di kamu, jangan terlalu fokus membandingkan diri dengan orang lain, tapi berusahalah membandingkan diri dari waktu ke waktu. Sudahkah menjadi lebih sabar dalam bersikap? Sudahkan lebih santun dalam bertutur kata? Sudahkah memperbaiki kesalahan kemarin di hari ini? Sudahkan melawan kemalasan sebelum akhirnya ia hanya dapat disesali?

Aku perlu berterima kasih kepada insecure, karena kemudian, inilah cara Allah menggerakkanku untuk belajar mengintrospeksi diri. Mungkin aku belum menjadi versi terbaik diriku, tapi, semoga ini menjadi pengingatku untuk terus bertumbuh dan bertambah.

Kita boleh bertepuk tangan atas kesuksesan orang lain agar menjadi inspirasi, tapi we need something else from us. 

Ketika kamu merasa hanya si Cantik memiliki previllege alias jalan mulus dalam perjalanannya, jadikanlah pacuan untuk berdaya tanpa harus selalu bergantung pertolongan orang lain. Belajar mengeksplorasi, belajar menemukan solusi, hingga kemampuan itu bisa menjadi penolong  dan memberi kebaikan untuk orang lain. Orang lain boleh mendiskriminasi dan tak membantu hanya karena tidak cantik rupa, tapi kamu jangan. Berbuat baiklah tanpa memandang siapa dan rupa. Yang goodlooking mungkin memang selalu dipandang, kamu tidak perlu merasa tidak dicintai, karena kelak yang mencintaimu adalah yang tulus mencintaimu karena value yang kamu miliki.


Pada akhirnya tulisan ini kuakhiri dengan ucapan terima kasih dan apresiasi setinggi tingginya kepada  yang tulus memberikan kebaikannya tanpa menilai paras. Apresiasi kepada kita semua, yang telah menerima
insecurity
ini sebagai bagian dari hidup untuk terus berusaha menjadi versi terbaik dirimu bukan untuk sekadar penilaian manusia, melainkan memantaskan diri menjadi sebaik-baik hamba.


Batam, 16 Agustus 2022
Merdekakan diri dari belenggu insecure (?)
lah loh





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Menghafal Quran?

Semangat UAS

Sama Allah Kok Itung-Itungan?